Indonesia kaya akan adat istiadat, kebiasaan, budaya dalam menyambut atau menyikapi sesuatu. Di Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ada tradisi Pesta Ponan yang merupakan ungkapan syukur atas masa tanam padi yang telah lewat dan harapan agar panen panen padi dapat meningkat dan melimpah.
Dari situs sumbawakab.go.id dijelaskan, pesta Ponan merupakan ritual tahunan masyarakat di wilayah tiga desa yakni Desa Poto, Lengas dan Malili, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa. Ketiga desa ini menurut sejarahnya berasal dari satu rumpun yang sama yaitu Desa Bekat. Pesta yang memiliki nilai adat, keagamaan dan nilai-nilai sosial amat kental, sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat usai musim tanam.
Pesta Ponan biasanya diselengarakan tepat pada minggu ketiga atau keempat masa tanam padi masyarakat tersebut. Ponan merupakan Tradisi turun menurun yang telah mengakar dan telah ada sekitar abad 15 Masehi. Tradisi Ponan berkaitan dengan legenda Haji Batu atau Abdul Gafur yang dimakamkan di Bukit Ponan. haji Batu diketahui sebagai Tokoh Desa Bekat yang dikarunia sebuah karomah dari sang khalik Allah Subhanahu Wata’ala.
Demikian juga dengan nama Ponan, terinspirasi dari kisah Haji Batu yang arif dan bijaksana dalam memimpin Desa Bekat. Diceritakan, setiap permasahan baik dibidang pertanian, peternakan, dan lainnya diselesaikan melalui cara musyawarah dan mufakat di atas bukit Ponan. Bahkan hingga ajal menjemputnya ia berwasiat kepada keturunannya agar dimakamkan di bawah mangga Po (Jenis mangga yang banyak tumbuh di sekitar Bukit Ponan). (kabarsumbawa.com)
Tradisi ponan memiliki ciri khas terutama pada jenis kuliner disiapkan oleh kaum wanita, yaitu kue tradisional khas Sumbawa, seperti kue Petikal, dange, buras dan lainnya. Selain itu, jenis buah-buahan dari hasil perkebunan mereka juga ikut disajikan kepada para tamu, artinya setiap hidangan merupakan makanan tradisional bukan buatan pabrik.
Dalam pesta Ponan (Minggu 11/2/2018), Wakil Bupati Sumbawa waktu itu, Drs. H. Mahmud Abdullah mengakui kegiatan pesta ponan ini menggambarkan kegotongroyongan masyarakat sekaligus rasa syukur masyarakat atas keberhasilan tanamnya pada waktu yang lalu. Harapannya hasil panen nantinya juga berlimpah ruah.
“Kegiatan ini adalah untuk kegiatan silaturrahim sekaligus doa bersama. Karena di pertemuan lain barangkali sulit bisa bertemu dengan jumlah orang seperti ini. Ini yang bisa dipertahankan dan diestarikan budaya ini,” kata Wabup seperti dikutip suarantb.com (11/2/2018).
Dalam masa pandemi Covid 19 juga diadakan pesta adat Ponan dengan penyesuaian dalam jumah peserta. Masing-masing desa hanya mengundang 10 orang utusan untuk menghadiri acara tersebut diantaranya tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat.
Hatta Jamal (ketua adat Ponan) berharap Ponan ini bisa menjadi ikon budaya Kabupaten, Provinsi, bahkan menjadi event nasional. Dia juga meminta agar tradisi turun-temurun ini harus terus dilestarikan karena selain sebagai simbol rasa syukur masyarakat petani, juga merupakan momentum kebersamaan, gotong royong dan kekompakan masyarakat guna menunjang suksesnya pembangunan daerah.
(www.sumbawakab.go.id).