Sebagai negara agraris, Indonesia kaya akan budaya dan adat istiadat yang berhubungan dengan masa menyambut panen, terutama padi. Salah satu sosok legenda yang berhubungan dengan ritual panen padi adalah Dewi Sri. Dalam legenda masyarakat, Sosok Dewi Sri dianggap pembawa keberuntungan dan kesuburan.
Di berberapa daerah di Indonesia, legenda tentang Dewi Sri muncul antara lain di masyarakat Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera Utara, dan Ende.
Di masyarakat suku Sasak, Nusa Tenggara Barat dikenal dengan sebutan Uis Neno. Pada masyarakat Bugis dikenal dengan Dewi Padi dan di Bali dikenal dengan sebutan Dewa Nini.
Sedangkan di Jawa Barat sendiri disebut dengan Dewi Sri atau bisa dikenal juga dengan sebutan Nyi Pohaci atau Shangyang Sri. Legenda yang berkaitan dengannya antara lain Wawacan Pohaci, Cariyos Sawargaloka, Wawacan Sanghyang Sri, Wawacan Puhaci Dandayang, Wawacan Dewi Sri, dan Wawacan Sulanjana.
Upacara Mapag Sri di Jawa Barat dilakukan dalam rangka menyambut masa panen padi. Upacara Mapag Sri merupakan bentuk penghormatan terhadap Dewi Sri. Upacara Mapag Sri merupakan bentuk penghormatan terhadap Dewi Sri. Dalam mitos yang berkembang di masyarakat Jawa Barat, Dewi Sri merupakan simbol dari tanaman padi. Sedangkan Mapag Sri adalah pesta panen padi yang biasa dilaksanakan saat menjelang panen padi. Upacara Mapag Sri banyak dilakukan di desa-desa di Kabupaten Indramayu, Cirebon, Majalengka, dan Kuningan.
Upacara ini dilakukan setiap tahun menjelang masa panen padi. Arti kata Mapag adalah adalah menjemput, sedangkan Sri adalah representasi dari Dewi Sri simbol dari tanaman padi. Jadi Mapag Sri dapat diartikan sebagai menjemput padi atau menyambut masa panen padi. Ritual adat upacara Mapag Sri juga merupakan bentuk penghormatan para petani dan masyarakat sekitar kepada tanaman padi sebagai sumber pokok sehari-hari.
Bagaimana pelaksanaan upacara Mapag Sri? Mengutip dari blog uun-halimah.blogspot.com, yang menulis mengenai Upacara Mapag Sri di Indramayu, menjelaskan, sebelum melaksanakan upacara, kepala desa mengadakan musyawarah/rempugan dengan tua-tua desa atau pemuka masyarakat. Maksud rempugan tersebut untuk menentukan hari dan dana yang diperlukan untuk upacara. Usai musyawarah, para pamong desa melakukan pengecekan ke sawah-sawah. Bila benar padi telah menguning, segera mengadakan pungutan dana secara gotong-royong. Besarnya pungutan bergantung kemampuan masyarakat.
Kalau melihat dari urut-urutan upacara dalam lingkaran pertanian, upacara awal adalah upacara Sedekah Bumi, kemudian upacara Baritan, dan terakhir upacara Mapag Sri. Panitia untuk upacara Mapag Sri biasanya dibentuk pada saat pembubaran panitian upacara Baritan. Bisa juga panitian Upacara Baritan dikukuhkan kembali untuk menjadi panitian upacara Mapag Sri. (uun-halimah.blogspot.com)
Ritual tersebut dimulai sejak pagi dengan ditandai dengan seluruh petani berkumpul di kantor balai desa untuk menuju sawah. Kemudian, prosesi selanjutnya yaitu pemotongan padi yang dilakukan pertama kali oleh sesepuh, dilanjutkan pejabat-pejabat terkait. Setelah proses pemotongan usai, padi digendong dan dibawa ke lumbung. Sebagian hasil panen akan dikeramatkan. Pada malam harinya ada pertunjukan wayang kulit untuk warga setempat.