Logo Taninews.com - media informasi dan hobi pertanian

Upacara Penti di NTT, ungkapan syukur atas panen

 Admin Satu  Penulis   Karawang   9/03/2022      Ragam   

Upacara Penti di NTT, ungkapan syukur atas panen
Tradisi Penti. Foto: asumsi.co

Tiap daerah punya adat istiadat dan kebiasaan dalam menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilan, misalnya atas hasil panen. Di Manggarai, Nusa Tenggara Timur, ada tradisi Penti. Tradisi Penti selain sebagai ungkapan syukur atas hasil panen juga punya nilai filosofis yang berguna bagi masyarakat adat Manggarai, NTT.

Masyarakat adat yang biasa menjalankan upacara ini, salah satunya yang ada di Kampung Rato Desa Kole Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Apa makna Upacara Penti?

Salah satu makna Penti adalah upacara Persembahan untuk Leluhur. Penti merupakan pesta adat Manggarai yang bernuansa syukuranserta persempahan untuk leluhur atau ruh supernatural, hingga wujud tertinggi (Mori Kraeng). Upacara adat ini dilaksanakan oleh sekelompok masyarakat adat, dalam situasi formal dan suasana sukacita atas hasil panen hasil pertanian atau perkebunan mereka (Nggoro, 2016).

Dalam Buku “Sejarah Kota Ruteng” (2010) karya P. Janggur menjelaskan, asal muasal penyebutannya penti, diangkat dari bahasa Manggarai yang berbunyi, “go’et:penti weki-peso beso reca rangga-wali ntaung; na‟a cekeng manga curu cekeng weru”. Artinya ialah syukur dari penduduk desa kepada Tuhan dan para leluhur karena telah mengganti tahun, telah melewati musim kerja yang lama dan menyonsong musim kerja yang baru.

Laiknya ritual adat masyarakat adat Manggarai yang lain, upacara penti memiliki norma yang mengatur pelaksanaannya, sebagai cara berhubungan hubungan antara antara Sang Pencipta yang disebut mereka dengan sebutan Jari agu Dedek dengan yang diciptakan-Nya.

Tak hanya sebatas ritual interaksi dengan Sang Maha Pencipta, upacara ini juga simbol atas rasa syukur sesama umat manusia, dengan lingkungan tempat tinggal mereka.

Musyawarah Sebelum Gelar Upacara Penti
Dalam jurnal yang ditulis Wayan Resmini (2020), sebelum melakukan upacara penti, terdapat sejumlah hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat adat setempat sebagai persiapannya. Sebagai upacara yang juga memberikan berkah bagi masyarakat setempat, maka mereka melakukan musyawarah adat yang biasanya dipimpin oleh tua tembong, yakni orang yang menguasai penggunaan gong dan gendang di dalam rumah adat.

Selanjutnya, musyawarah ini diikuti oleh tokoh masyarakat setempat yang memiliki peran penting dalam upacara panen. Di sana, mereka dikenal dengan sebutan tua teno. Seluruh warga kampung atau suku juga dilibatkan di dalam musyawarah ini.

“Dalam musawarah tersebut, biasanya hal-hal yang perlu disepakati antara lain menentukan pemimpin upacara, hewan yang akan dikurbankan, dan persembahan lainnya,” jelas Wayan dalam jurnalnya.

Selanjutnya, disiapkan hewan kurban sebagai sesajian untuk acara syukuran. Biasanya, hewan yang dikurbankan antara lain kerbau atau kambing bagi umat Muslim atau yang beragama lain, bisa menggunakan hewan ternak babi.

“Sajian utama sebenarnya adalah kerbau. Sebab penti yang bernuansa syukuran dan suka cita itu, tentunya dilakukan oleh mereka yang mengalami perubahan hidup yang sudah mapan dan sukses, (serta peralihan) dari pengalaman yang buruk menuju kepengalaman yang baik, dari pengalaman yang gagal ke suatu pengalaman yang penuh keberhasilan, dan sebagainya. (Resmini, 2020).”

Perkuat Hubungan Kekeluargaan
Ada tiga upacara penti yang biasa digelar oleh masyarakat adat Manggarai. “Studi Komunikasi Budaya tentang Upacara Ritual Congko Lokap dan Penti sebagai Media Komunikasi dalam Pengembangan Pariwisata Daerah Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur” yang ditulis F. Ngare menyebutkan:

Penti Beo yang memiliki arti syukuran warga kampung. Komando umum waktu pelaksanaan upacara penti semacam ini, biasanya dilakukan kepala kampung yang disebuttua golobersama kepala kelurga ranting yang disebut tua-tua panga. Musyawarah bersama masyarakat dalam satu kampung menjadi hal yang paling penting dalam pelaksanaannya.

Penti Kilo merupakan syukuran keluarga dalam satu turunan leluhur dalam satu sistem keluarga patrilineal yang dihadiri oleh keluarga kerabat: anak wina, Syukuran keluarga ini bisa dilakukan dalam tingkat keluarga besar dalam satu turunan, maupun keluarga tingkat ranting adat.

Penti Ongko Gejur merupakan upacara syukuran untuk memungut hasil panen yang diperoleh masyarakat adat.

Masih dalam jurnal yang sama, secara tujuan dan filosofinya, upacara penti secara garis besar sebagai simbol menyadarkan masyarakat adat Manggarai akan makna bersyukur. Kemudian melalui upacara penti, hubungan masyarakat adat akan semakin terbina lewat hubungan kekeluargaan.

“Melalui acara syukuran juga dapat menyadarkan akan peran kesatuan tata ruang budaya Manggarai, yaitu beo atau gololonto (kampung), natas labar (halaman kampung tempat bermain-main), rumah tinggal (mbaru kaeng), tempat sesajian (compang tesomba), wae teku (air minum), acara bersih kubur (weang boa), uma duat/lingko (kebun).”

Lewat tradisi upacara adat ini, hal yang diitekankan masyarakat adat Manggarai ialah mensyukuri nikmat Tuhan dalam suasana batin yang penuh suka cita dan damai, serta dengan harapan senantiasa dilimpahi kebahagiaan dalam semangat guyub nan penuh kekakraban.

Sumber: asumsi.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Profile

foto user
Admin Satu
 Penulis   Karawang

Ini adalah administrator satu. Bertanggungjawab menangani pengaturan website seperti mengunggah artikel, memperbaiki tampilan, menambah fungsi, mengubah role anggota, dll.

Lihat Profil
Belum menjadi anggota?
Daftar di sini

Tulisan dari Admin Satu


Terkait

Mappadendang, tradisi menyambut panen padi orang Bugis
 Admin Satu  Penulis   Karawang

Mappadendang, tradisi menyambut panen padi orang Bugis


  7/03/2022   Ragam 
Tradisi Wiwitan sebelum panen padi
 Admin Satu  Penulis   Karawang

Tradisi Wiwitan sebelum panen padi


  7/03/2022   Ragam