Rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras mendapat banyak penolakan dari berbagai kalangan. Keputusan impor beras menjelang panen raya dianggap tidak tepat karena berpotensi menurunkan harga beras di tingkat petani. Selain itu, stok beras yang masih mencukupi, sehingga impor beras belum diperlukan.
Langkah pemerintah ini mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, beberapa kelapa daerah, tokoh, para petani, anggota DPR, termasuk partai pendukung pemerintah. Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, yang berkeberatan dengan impor beras.
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan, kebijakan impor sarat dengan kepentingan pemburu rente. Hasto menyayangkan sikap Menteri Perdaganan, M Lutfi yang masih ngotot melakukan impor beras meski banyak yang menolak. Sikap Lutfi ini, kata dia, mengabaikan masukan dari menteri terkait dan para kepala daerah yang menjadi sentra produksi pangan. Tak lupa, Hasto mengingatkan rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaan pemerintahan.
“Termasuk berupaya mewujudkan kedaulatan pangan nasional serta berpihak pada kepentingan petani,” katanya.
Penolakan juga dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ketua PBNU K.H. Said Aqil Siraj menyatakan, nasib petani harus didahulukan, apalagi stok beras masih mencukupi.
“Saya menolak keras kesepakatan impor beras ini. Tolong nasib petani harus didahulukan, nasib para petani sebagai tulang punggung ekonomi bangsa ini harus diprioritaskan. Alih-alih untuk mendukung malah akan menghancurkan nasib mereka,” tutur Kiai Said, ditayangkan di TV NU, pada Jumat (19/03/2021) sebagaimana dilansir NU Online.
Sengurus Pusat GMKI menilai pemerintah mengimpor beras sebanyak 1 juta ton adalah kebijakan yang keliru. Menurut GMKI, ada beberapa alasan mengapa impor tersebut adalah hal yang keliru.
Pertama, data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa potensi produksi periode Januari – April 2021 mencapai 14,54 juta ton, naik sebesar 26,84% atau 3,08 juta ton dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Pemerintah harus memperhatikan hal ini, jangan sampai imor beras merugikan petani, apalagi hanya dijadikan pemburu rente para pihak yang terlibat. Kasus impor daging sapi dan ekspor benur, menjadi contoh bahwa kebijakan ekspor dan impor dengan dana besar rawan disalahgunakan.